Pelaporan Beneficial Ownership Tak Lagi Mandiri: Aturan Baru, Verifikasi NIK dan NPWP Jadi Wajib !

Jakarta, LMNews — Pemerintah resmi memperbarui kebijakan terkait pelaporan Beneficial Ownership (BO) atau pemilik manfaat korporasi. Melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 2 Tahun 2025, sistem pelaporan yang sebelumnya bersifat mandiri (self-declaration) kini diganti menjadi verifikasi kolaboratif yang lebih ketat dan terintegrasi dengan data kependudukan serta perpajakan.

Langkah ini diambil untuk memperkuat transparansi korporasi, memastikan data pemilik manfaat lebih akurat, dan mencegah penyalahgunaan identitas dalam praktik bisnis.

 Apa Itu Beneficial Ownership?

Beneficial Ownership atau Pemilik Manfaat adalah individu yang sebenarnya memiliki atau mengendalikan suatu badan hukum, meskipun secara formal kepemilikannya bisa atas nama pihak lain.

Pelaporan BO menjadi penting agar pemerintah dan publik dapat mengetahui siapa sosok di balik suatu perusahaan, terutama dalam mencegah praktik pencucian uang, penghindaran pajak, dan pendanaan terorisme.

 Perubahan Utama dalam Pelaporan BO

Berdasarkan Permenkumham Nomor 2 Tahun 2025, terdapat sejumlah perubahan penting, di antaranya:

1. Verifikasi Data Identitas Wajib

   Data pemilik manfaat kini diverifikasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk menjamin keaslian identitas.

2. Pelaporan Tak Lagi Mandiri

   Jika sebelumnya perusahaan bisa melapor secara mandiri, kini data akan diverifikasi oleh notaris dan Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) sebelum dinyatakan sah.

3. Pembaruan Data Setiap Tahun

   Korporasi wajib memperbarui laporan Beneficial Ownership minimal setiap 1 tahun sekali, atau lebih cepat jika ada perubahan struktur kepemilikan.

4. Sanksi Bagi yang Tidak Patuh

   Perusahaan yang tidak melakukan pelaporan atau menyampaikan data tidak valid dapat dikenai sanksi administratif, termasuk pemblokiran akses AHU Online.

Tujuan Utama Kebijakan Baru

Kementerian Hukum dan HAM menegaskan bahwa perubahan mekanisme ini merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam:

  • Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas korporasi.
  • Mencegah penyalahgunaan perusahaan untuk pencucian uang, korupsi, dan kejahatan finansial lainnya.
  • Menyesuaikan dengan standar global seperti yang direkomendasikan oleh Financial Action Task Force (FATF).

Selain itu, data BO yang akurat akan membantu instansi seperti Ditjen Pajak, PPATK, dan OJK dalam mengawasi aktivitas bisnis yang mencurigakan.

Peran Notaris dan Pemeriksaan Data

Dalam sistem baru ini, notaris berperan sebagai pihak verifikator yang memeriksa keabsahan data saat pendirian atau perubahan struktur korporasi.

Setiap laporan yang masuk akan diperiksa oleh Ditjen AHU, yang kemudian melakukan cross-check otomatis dengan database kependudukan dan perpajakan.

Langkah ini diyakini akan menekan potensi manipulasi data dan praktik penyembunyian kepemilikan melalui perusahaan cangkang ( shell companies ).

Integrasi Sistem Digital Beneficial Ownership

Kemenkumham juga tengah menyiapkan Sistem Beneficial Ownership Gateway, yaitu platform digital yang akan mengintegrasikan data antar lembaga:

  • Direktorat Jenderal Pajak
  • OJK ( Otoritas Jasa Keuangan )
  • PPATK
  • Kementerian ATR/BPN

Dengan sistem ini, pemerintah dapat melacak hubungan antarperusahaan dan individu secara transparan, termasuk kepemilikan lintas sektor dan negara.

Dampak bagi Dunia Usaha

Kebijakan ini memberikan dampak signifikan bagi pelaku usaha. Di satu sisi, perusahaan harus lebih cermat dalam pengumpulan dokumen dan verifikasi data.

Namun di sisi lain, transparansi ini meningkatkan kepercayaan investor dan lembaga keuangan terhadap integritas perusahaan Indonesia.

Bagi dunia bisnis, kepatuhan terhadap aturan Beneficial Ownership bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi juga indikator kredibilitas dan tata kelola yang baik (Good Corporate Governance).

Kesimpulan

Perubahan sistem pelaporan Beneficial Ownership dari mandiri menjadi terverifikasi menandai langkah besar pemerintah menuju transparansi bisnis dan kepatuhan pajak yang lebih kuat.

Melalui integrasi data NIK dan NPWP, serta peran aktif notaris dan Ditjen AHU, regulasi baru ini diharapkan dapat menutup celah penyalahgunaan identitas dan memperkuat kepercayaan publik terhadap dunia usaha nasional.

Dengan kebijakan ini, Indonesia semakin dekat menuju ekosistem bisnis yang bersih, transparan, dan berintegritas.