Regulasi Pajak Kripto di Indonesia 2025: Tarif Baru & Perubahan Penting

Regulasi Pajak Kripto 2025: Apa yang Baru?
Sejak 1 Agustus 2025, pemerintah menerapkan regulasi baru terkait perpajakan aset kripto lewat PMK Nomor 50 Tahun 2025, menggantikan aturan sebelumnya. Perubahan ini mengikuti UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), yang mengubah status aset kripto dari komoditas menjadi aset keuangan digital yang dipersamakan dengan surat berharga.
Tarif Pajak & Objek yang Terkena
Beberapa poin penting yang wajib diketahui:
- PPh Final Pasal 22 atas transaksi penjualan aset kripto melalui Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dalam negeri dikenakan tarif 0,21% dari nilai transaksi.
- Untuk transaksi yang dilakukan melalui platform luar negeri (PPMSE luar negeri), tarifnya 1%.
- PPN atas penyerahan aset kripto dihapus karena dianggap setara dengan surat berharga. Dengan regulasi baru, kripto tidak lagi termasuk barang yang dikenai PPN.
- Pendapatan dari penyedia jasa pendukung (seperti platform/exchanger atau miner) tetap dikenai pajak penghasilan dengan tarif umum bila tidak termasuk dalam kategori PPh final.
Penerimaan & Dampak Fiskal
- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan penerimaan dari pajak kripto terus meningkat: dari sekitar Rp246,45 miliar pada 2022 menjadi Rp620,4 miliar pada 2024. Hingga kuartal pertama 2025, tercatat sekitar Rp115 miliar lebih tambahan.
- Potensi penerimaan jangka panjang diperkirakan mencapai Rp500–600 miliar per tahun.
Implikasi untuk Wajib Pajak dan Pengguna Kripto
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Keterbukaan & pelaporan
Wajib pajak yang melakukan transaksi kripto—terutama di exchanger dalam negeri—harus menyadari kewajiban pemotongan dan pelaporan pajaknya. PMK baru mengatur agar platform lokal bertindak sebagai pemungut PPh final. - Tarif baru yang lebih tinggi
Tarif PPh Final untuk penjualan kripto dalam negeri naik dari 0,10% menjadi 0,21%. Bagi yang menggunakan platform luar negeri, tarif juga meningkat menjadi 1%. Hal ini berarti bahwa transaksi kripto kini membutuhkan perhitungan pajak yang lebih cermat. - Tidak ada PPN untuk penjualan kripto
Penghapusan PPN atas penyerahan aset kripto dapat meringankan beban pajak saat membeli/kredit kripto, tapi pengguna dan trader tetap harus memahami bahwa pendapatan dari aktivitas jual beli tetap terkena pajak penghasilan. - Peran exchanger dan platform lokal
Karena pemungutan PPh final berjalan otomatis di exchanger/platform dalam negeri, kejelasan identitas, sistem KYC (Know Your Customer), dan pelaporan menjadi sangat penting bagi pengguna kripto.
Kesimpulan
Peraturan pajak kripto di Indonesia mengalami perubahan signifikan sejak Agustus 2025. Regulasi baru memperkenalkan tarif PPh final yang lebih tinggi, menghapus PPN untuk penjualan kripto, dan memperjelas status aset kripto sebagai aset keuangan digital.
Bagi investor, trader, dan pihak terkait dalam ekosistem kripto, memahami regulasi ini sangat penting agar tidak terjebak kewajiban pajak yang tidak disadari.
