DJP Klaim Data Pemilik Manfaat Sudah Dimanfaatkan dalam Pemeriksaan Pajak

Jakarta, 7 Oktober 2025 — Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan bahwa data kepemilikan manfaat (beneficial ownership) yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) sudah aktif digunakan dalam berbagai aktivitas pemeriksaan pajak. Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP, Max Darmawan.

Max menjelaskan bahwa DJP telah mengembangkan sistem internal bernama SmartWeb, yang memungkinkan analisis hubungan kepemilikan antar pihak dan identifikasi “related party” secara mendalam. Dengan sistem ini, DJP dapat mendeteksi pihak yang secara nyata menerima manfaat dari suatu korporasi meskipun tidak tercantum secara formal dalam struktur kepemilikan.

“SmartWeb bisa memberikan gambaran pihak-pihak yang memiliki hubungan sampai ke layer yang kita inginkan. Kita bisa menguji sekaligus memberitahu AHU orang pribadi yang masuk dalam related party,” kata Max.

Penggunaan Data Pemilik Manfaat dalam Proses Pajak

Menurut DJP, data pemilik manfaat telah diaplikasikan dalam berbagai kegiatan yurisdiksi pajak, termasuk:

  • Pemeriksaan pajak rutin
  • Penagihan
  • Pemeriksaan bukti permulaan (bukper)
  • Penyidikan perpajakan

DJP menyebutkan bahwa sejak 2019 hingga 2025, sebanyak 107 korporasi dan 152 data kepemilikan manfaat telah dimanfaatkan dalam upaya pengamanan penerimaan pajak.

Sinergi DJP dan AHU: Penyempurnaan PKS Pemanfaatan Data

DJP menyatakan bahwa kerja sama dengan AHU dalam berbagi data telah diperkuat melalui pembaruan Perjanjian Kerja Sama (PKS). PKS terbaru menyempurnakan elemen data yang ditransfer dari AHU kepada DJP untuk mendukung kegiatan pengawasan pajak.

Sebagai bagian dari kerjasama lebih luas, sejak 2020 hingga September 2025, DJP telah menerima lebih dari 540.396 profil lengkap dari AHU. Pemanfaatan data tersebut turut menyumbang tambahan penerimaan negara sebesar Rp 896,6 miliar dalam periode tersebut.

Menurut pejabat DJP dan AHU, penyempurnaan kerja sama ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, memperbaiki kualitas data, dan memastikan bahwa identitas pemilik manfaat dalam struktur perusahaan tercatat secara akurat.

Tantangan & Catatan Penting

Beberapa hal yang menjadi perhatian dalam implementasi penggunaan data pemilik manfaat:

  1. Keakuratan data yang dilaporkan korporasi
    Agar data bermanfaat, perusahaan harus melaporkan kepemilikan manfaat yang benar dan konsisten dengan informasi di AHU dan sistem DJP.
  2. Kemanan dan kerahasiaan data
    Penggunaan data sensitif seperti identitas pribadi memerlukan mekanisme keamanan tinggi agar tidak disalahgunakan.
  3. Standar interpretasi dan definisi “pemilik manfaat”
    Meskipun UU KUP dan regulasi pendukung sudah mengakui konsep kepemilikan manfaat, masih diperlukan standar yang jelas agar DJP dan perusahaan memiliki referensi baku dalam mengidentifikasi “beneficial owner.”
  4. Kepatuhan dan konsekuensi hukum
    Bagi korporasi yang tidak melaporkan atau melaporkan secara keliru, DJP dapat menggunakannya sebagai bahan pemeriksaan, penagihan, atau bahkan tindakan penyidikan.

Kesimpulan

Pernyataan DJP bahwa data pemilik manfaat sudah digunakan dalam pemeriksaan pajak menunjukkan kemajuan signifikan dalam upaya penguatan pengawasan perpajakan di Indonesia. Pemanfaatan data ini membantu DJP mengidentifikasi pihak tersembunyi dalam struktur perusahaan yang menikmati manfaat secara nyata. Namun, tantangan terkait kualitas data, kerahasiaan, dan standar interpretasi masih perlu terus ditangani agar sistem ini efektif secara jangka panjang.