Syarat dan Ketentuan Penundaan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak

Dalam menjalankan usaha atau aktivitas ekonomi, kondisi keuangan tidak selalu stabil. Ada kalanya arus kas terganggu karena penurunan penjualan, piutang yang belum tertagih, atau situasi eksternal seperti krisis ekonomi.
Dalam kondisi seperti itu, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan ruang bagi wajib pajak untuk tetap memenuhi kewajiban perpajakan melalui dua jenis keringanan:
Pengangsuran pembayaran pajak, dan Penundaan pembayaran pajak.
Khusus penundaan pembayaran pajak, fasilitas ini diberikan kepada wajib pajak yang mengalami kesulitan keuangan sementara, namun tetap memiliki itikad baik untuk melunasi pajaknya.
Dengan demikian, wajib pajak tidak langsung dikenai sanksi penagihan, melainkan diberi waktu tambahan sesuai keputusan DJP.
Apa Itu Penundaan Pembayaran Pajak?
Penundaan pembayaran pajak adalah izin dari DJP kepada wajib pajak untuk menunda pelunasan utang pajak sampai batas waktu tertentu.
Penundaan ini hanya dapat diberikan jika wajib pajak benar-benar terbukti mengalami kesulitan likuiditas, namun masih mampu melunasi di kemudian hari.
Perlu dipahami bahwa penundaan bukan penghapusan kewajiban pajak, melainkan penyesuaian waktu pembayaran agar wajib pajak tidak terbebani di tengah situasi keuangan yang sulit.
Dasar Hukum Penundaan Pembayaran Pajak
Aturan mengenai penundaan pembayaran pajak diatur dalam beberapa peraturan resmi, antara lain:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
Mengubah ketentuan UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).- Pasal 9 ayat (4c) berbunyi: “Direktur Jenderal Pajak dapat memberikan persetujuan untuk menunda atau mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu tertentu apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan.”
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 242/PMK.03/2014
Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak, yang menjelaskan secara detail prosedur dan syarat pengajuan penundaan pembayaran pajak. - Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2017
Tentang Tata Cara Permohonan Penundaan atau Pengangsuran Pembayaran Pajak secara Elektronik.
Aturan ini memungkinkan wajib pajak untuk mengajukan permohonan secara online melalui sistem DJP Online.
Syarat Mengajukan Penundaan Pembayaran Pajak
Agar permohonan dapat dipertimbangkan oleh DJP, wajib pajak harus memenuhi syarat-syarat berikut:
- Mengalami Kesulitan Keuangan Sementara
Kesulitan ini dapat disebabkan oleh:- Penurunan omzet usaha,
- Piutang macet,
- Gangguan produksi,
- Musibah atau bencana alam,
- Kondisi ekonomi yang menyebabkan keterlambatan pembayaran pajak.
- Mengajukan Surat Permohonan Tertulis ke Kepala KPP
Surat ini harus mencantumkan:- Identitas wajib pajak,
- Jenis pajak dan masa pajak yang ingin ditunda,
- Alasan dan bukti kesulitan keuangan,
- Rencana waktu pembayaran.
- Melampirkan Dokumen Pendukung
Wajib pajak harus menyertakan:- Laporan keuangan terkini,
- Bukti penurunan pendapatan,
- Dokumen lain yang menunjukkan kondisi keuangan,
- Surat pernyataan kesanggupan melunasi pajak setelah masa penundaan.
- Memberikan Jaminan Pembayaran (jika diperlukan)
Jaminan dapat berupa aset, surat berharga, atau bentuk lain yang disetujui DJP. - Permohonan Diajukan Sebelum Jatuh Tempo
DJP hanya memproses permohonan yang diajukan sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. - Tidak Sedang Dalam Proses Sengketa atau Pidana Pajak
Fasilitas ini tidak diberikan kepada wajib pajak yang sedang dalam proses penyidikan atau penegakan hukum pajak.
Jangka Waktu Penundaan Pembayaran Pajak
- Penundaan pembayaran dapat diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 bulan sejak tanggal jatuh tempo.
- Selama masa penundaan, wajib pajak tetap dikenai bunga sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (2a) UU KUP.
- Tarif bunga ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan dan diumumkan secara resmi oleh DJP.
Prosedur Pengajuan Penundaan Pembayaran Pajak
Berikut langkah-langkah resmi yang harus dilakukan:
- Siapkan surat permohonan dan seluruh dokumen pendukung.
- Ajukan permohonan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar, baik langsung atau melalui DJP Online.
- DJP akan melakukan penelitian dan analisis kemampuan keuangan wajib pajak.
- Jika disetujui, DJP menerbitkan Surat Keputusan Penundaan Pembayaran Pajak (SKP3).
Jika ditolak, wajib pajak akan menerima surat penolakan dengan alasan yang dijelaskan.
Konsekuensi Penundaan Pembayaran Pajak
- Penundaan tidak menghapus kewajiban pajak, hanya menunda waktu pelunasan.
- Jika setelah masa penundaan pajak belum dibayar, DJP dapat melakukan penagihan aktif sesuai ketentuan.
- Apabila ditemukan data yang tidak benar, DJP berhak mencabut keputusan penundaan.
Contoh Kasus
PT Citra Mandiri mengalami penurunan omzet hingga 40% akibat berkurangnya permintaan pasar.
Perusahaan kesulitan melunasi PPh Badan tepat waktu, lalu mengajukan penundaan pembayaran ke KPP dengan bukti laporan keuangan dan rencana pembayaran dalam 6 bulan.
DJP menilai permohonan layak dan memberikan izin penundaan dengan bunga sesuai tarif yang berlaku.
Kesimpulan
Penundaan pembayaran pajak adalah fasilitas resmi dari DJP yang membantu wajib pajak yang mengalami kesulitan keuangan sementara.
Dengan mengikuti prosedur dan memenuhi syarat yang ditetapkan, wajib pajak tetap bisa menjaga kepatuhan tanpa langsung terkena sanksi penagihan.
Ingat, penundaan bukan berarti bebas dari pajak — hanya memberi waktu tambahan agar wajib pajak bisa melunasi kewajibannya dengan lebih terencana dan realistis.
